SEHAT JASMANI DAN ROHANI DENGAN PUASA

Oleh: Izzudin Karimi, Lc.
KHUTBAH PERTAMA :
إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بلله مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ الله فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لا إله إلا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
يَاأَيُّهاَ الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ الله كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
أَمَّا بَعْدُ:
فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ الله وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه و سلم وَشَرَّ الْأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ، وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ. اللهم صَل عَلَى مُحَمدٍ، وَعَلَى أله وَصَحْبِهِ وَسَلمْ.
Kaum Muslimin Rahimakumullah
Kita semua sudah memaklumi bahwa tujuan Allah menciptakan kita semua, manusia adalah demi beribadah kepadaNya, bukan karena Allah diuntungkan dengan ibadah tersebut. Dia Mahakaya, tidak memerlukan apa pun dari kita meskipun itu ibadah dan ketaatan, akan tetapi kewajiban ibadah tersebut adalah demi kemaslahatan dan kebaikan diri kita sendiri. Kitalah sebenarnya yang memerlukannya, karena jika tidak, maka apa yang membedakan kita dengan hewan? Ini harus diyakini oleh setiap Muslim, karena dengan keyakinan yang demikian, dia akan terlecut untuk taat dan beribadah, karena dia sendirilah yang akan menikmati buahnya hari ini atau esok.
Ini juga berarti bahwa tidak ada ibadah apa pun yang diperin-tahkan atau dianjurkan oleh Allah kecuali ia menyimpan kebaikan-kebaikan dan kemaslahatan-kemaslahatan. Ini pasti, baik kemasla-hatan tersebut bersifat murni maupun bersifat dominan. Hal ini kita ketahui karena peletak syariat tidak hanya sekali atau dua kali menjelaskannya, baik secara global ataupun detail ditambah daya pikir dan nalar yang merupakan kemampuan kita sebagai manusia, kalaupun misalnya peletak syariat tidak menjelaskan sementara daya pikir dan nalar kita tidak mampu menangkap, tidak berarti bahwa ia kosong dari kemaslahatan sama sekali, ia tetap mengandung kemaslahatan, hanya saja daya pikir dan nalar kita terbatas untuk dapat menangkapnya, karena dasar kita sebagai manusia memang penuh dengan keterbatasan.
Kaum Muslimin Rahimakumullah
Salah satu ibadah yang sarat dengan kebaikan dan kemasla-hatan adalah shaum (puasa). Kemaslahatan puasa ini tidak terbatas pada tempat dan waktu, ia menembus segala masa. Karenanya, hikmah Allah menuntut diberlakukannya puasa kepada semua umat, umat ini dan umat-umat sebelumnya. Firman Allah Ta'ala :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (Al-Baqarah: 183).
Ya, ketakwaan yang merupakan target dari puasa adalah induk dari segala bentuk kebaikan. Pertanyaannya, kebaikan-kebaikan apakah yang mungkin diraih dengan puasa di mana targetnya ada-lah takwa?
Pertama: Keikhlasan
Puasa mendidik keikhlasan, kebersihan, dan ketulusan niat beribadah. Ini sangat penting, karena ia meru-pakan salah satu syarat diterimanya ibadah oleh Allah Ta'ala. Karena puasa adalah menahan, meninggalkan, dan tidak melakukan sesuatu, maka salah satu cirinya adalah kerahasiaan. Kita tidak mengetahui, si ini puasa atau tidak, kalau yang bersangkutan tidak berbicara. Ibadah rahasia lebih dekat kepada keikhlasan, oleh karena itu dalam hadits qudsi Allah berfirman :
يَتْرُكُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِيْ. اَلصِّيَامُ لِيْ وَأَنَا أَجْزِي بِهِ.
"Dia meninggalkan makannya, minumnya, dan nafsunya demi Aku. Puasa itu untukKu dan Aku yang akan membalasnya." (HR. al-Bukhari dari Abu Hurairah, Mukhtashar Shahih al-Bukhari, no. 871).
Kedua : Muraqabah
Puasa mendidik sikap merasa diawasi dan dilihat oleh Allah. Karena puasa bersifat rahasia, maka mung-kin saja seseorang menyendiri di tempat sepi lalu dia makan atau minum tanpa seorang pun mengawasi dan mengetahui, akan tetapi hal itu tidak dilakukannya, karena puasa mendidiknya bahwa Allah mengawasi dan melihatnya. Dari sinilah, maka satu hadits Nabi berkata :
اَلصَّوْمُ جُنَّةٌ
"Puasa itu adalah perisai." (HR. al-Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah, Mukhtashar Shahih al-Bukhari, no. 871 dan Mukh-tashar Shahih Muslim, no. 571).
Perisai dari dosa-dosa, karena apabila terbetik suatu dosa di benak pelaku puasa, maka dia menyadari bahwa dia berpuasa dan ada yang mengawasi. Inilah derajat ihsan seperti yang dijelaskan oleh Rasulullah Sallallahu 'Alahi Wasallam ketika menjawab pertanyaan Jibril :
أَنْ تَعْبُدَ الله كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ.
"Kamu beribadah kepada Allah seolah-olah kamu melihatNya, kalau-pun kamu tidak melihatNya, maka sesungguhnya Dia melihatmu." (HR. al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah. Mukhtashar Shahih al-Bukhari, no. 47, Mukhtashar Shahih Muslim, no. 2).
Kenyataan membuktikan bahwa kuantitas dosa dan kemak-siatan menurun tajam di masa puasa, hal ini tidak lain karena dam-pak positif dari puasa.
Kaum Muslimin Rahimakumullah.
Ketiga : Kesabaran
Puasa mendidik kesabaran dan menahan diri. Sesuatu yang disukai oleh jiwa untuk dihindari, maka hal itu cukup memberatkan, walaupun untuk sementara waktu, akan tetapi demi tujuannya yang mulia, hal itu kita lakukan. Dengan mening-galkan perkara-perkara yang pada dasarnya dibolehkan, kita di-didik meninggalkan perkara-perkara yang tidak dibolehkan, maka beruntunglah pelaku puasa yang memahami hal ini dan merealisasikannya dalam hidupnya, sehingga puasanya tidak seperti yang dikatakan oleh Rasulullah Sallallahu 'Alahi Wasallam :
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لله حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
"Barangsiapa tidak meninggalkan ucapan dan perbuatan dusta, maka Allah tidak membutuhkan puasanya dari makan dan minum." (HR. al-Bukhari dari Abu Hurairah, Mukhtashar Shahih al-Bukhari, no. 876)
Puasa memiliki pengaruh besar dalam mengontrol emosi sese-orang, seperti yang sudah kita sadari bersama, bahwa emosi yang tidak terkontrol, sering menjadi biang persoalan yang menyulitkan, maka dari itu Nabi menganjurkan pelaku puasa agar tidak meladeni orang yang mencela dan mencacinya. Sabda Nabi Sallallahu 'Alahi Wasallam :
وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ، فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَصْخَبْ، فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ، أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ: إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ
"Apabila di hari salah seorang kalian berpuasa, maka janganlah dia berkata kotor dan gaduh, jika ada orang yang mencacinya atau me-nyerangnya, maka hendaknya dia berkata, 'Aku sedang berpuasa." (HR. al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah, Mukhtashar Shahih al-Bukhari, no. 877 dan Mukhtashar Shahih Muslim, no. 571)
Puasa juga memiliki pengaruh yang luar biasa dalam mengontrol nafsu seseorang, oleh karena itu Nabi menyarankan para pemuda yang belum mampu menikah untuk berpuasa, supaya tidak diperbudak oleh nafsu yang menjerumuskannya ke dalam perkara haram.
Dari Abdullah bin Mas'ud radiyallahu 'anhu ia berkata :
كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم فَقَالَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه و سلم : يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ، وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ، فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
"Suatu ketika kami bersama Nabi Sallallahu 'Alahi Wasallam lalu beliau bersabda : "Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian telah mampu, maka hendaknya dia menikah, karena sesungguhnya menikah itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Dan barang-siapa belum mampu, maka hendaknya dia berpuasa, karena puasa merupakan perisai baginya ". (HR. al-Bukhari dan Muslim. Mukh-tashar Shahih al-Bukhari, no. 878 dan Mukhtashar Shahih Muslim, no. 794)
Keempat: Kedermawanan
Puasa mengajarkan kedermawanan. Rasa lapar dan haus mengingatkan pelaku puasa terhadap saudara-saudaranya yang selalu lapar, karena memang tidak mempunyai apa yang cukup untuk dimakan. Dalam kondisi tersebut, apabila dia mempunyai kelebihan rizki, niscaya dia akan menyalurkannya kepada yang membutuhkan. Di sinilah muncul empati sosial ter-hadap penderitaan lapar yang dirasakan sebagian orang lalu diikuti dengan tindakan nyata. Inilah salah satu bentuk keteladanan yang ditunjukkan oleh Rasulullah Sallallahu 'Alahi Wasallam
Dari Ibnu Abbas radiyallahu 'anhu, ia berkata :
كَانَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه و سلم أَجْوَدَ النَّاسِ، وَكَانَ أَجْوَدَ مَا يَكُوْنُ فِي رَمَضَانَ حِيْنَ يَلْقَاهُ جِبْرِيْلُ، وَكَانَ جِبْرِيْلُ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ، فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ، فَلَرَسُوْلُ الله صلى الله عليه و سلم حِيْنَ يَلْقَاهُ جِبْرِيْلُ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيْحِ الْمُرْسَلَةِ
"Rasulullah Sallallahu 'Alahi Wasallam adalah orang yang paling dermawan, dan beliau lebih dermawan di Bulan Ramadhan pada saat Jibril menemui beliau, Jibril menemui Nabi setiap malam pada Bulan Ramadhan lalu mem-bacakan al-Qur`an kepada beliau. Ketika ditemui Jibril, Rasulullah a benar-benar lebih dermawan dalam kebaikan daripada angin yang berhembus'." (HR. Al-Bukhari Mukhtashar Shahih al-Bukhari, no. 6)
Kaum Muslimin Rahimakumullah
Selain puasa mendidik empat perkara di atas kepada pelaku-nya, ia juga memberikan kebahagiaan kepadanya, tidak tanggung-tanggung kebahagiaan ini diraih pada saat di mana ia benar-benar dibutuhkan.
Pertama: Kebahagiaan terhadap puasa sebagai kaffarat (pelebur) dosa-dosa. Hal ini seperti dalam kaffarat zhihar, membunuh karena salah, melanggar sumpah, begitu pula dalam haji; haji tamattu' atau qiran yang tidak mampu menyembelih hadyu, dia berpuasa, muhrim (orang yang sedang berihram) yang membunuh binatang buruan atau mencukur rambut sebelum waktunya, salah satu kaffaratnya adalah puasa.
Dosa menyebabkan kecemasan dan ketakutan karena akibat-nya yang buruk, manakala disediakan peleburnya, berarti kecemasan tersebut akan teratasi, pelakunya pun tenang dan berbahagia, sama halnya dengan peminum racun yang membahayakan, ketika pena-warnya ditemukan, dia akan senang sekali. Nabi a bersabda :
فِتْنَةُ الرَّجُلِ فِي أَهْلِهِ وَمَالِهِ وَوَلَدِهِ وَجَارِهِ تُكَفِّرُهَا الصَّلَاةُ وَالصَّوْمُ وَالصَّدَقَةُ.
"Fitnah (pelanggaran) seseorang kepada keluarga, harta, anak, dan tetangganya dilebur dengan shalat, puasa dan sedekah." (HR. al-Bukhari dari Hudzaifah bin al-Yaman. Mukhtashar Shahih al-Bukhari, no. 310, Mukhtashar Shahih Muslim, no. 1990)
Kedua: Kebahagiaan terhadap puasa sebagai pemberi syafa'at. Ini terjadi di Hari Kiamat di mana segala hubungan di antara ma-nusia terputus, tidak ada bantuan dan pertolongan, padahal ia sangat dibutuhkan. Dalam kondisi tersebut, puasa hadir sebagai pemberi syafa'at. Nabi a bersabda :
اَلصِّيَامُ وَالْقُرْآنُ يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ. يَقُوْلُ الصِّيَامُ: أَيْ رَبِّ، مَنَعْتُهُ الطَّعَامَ وَالشَّهَوَاتِ بِالنَّهَارِ فَشَفِّعْنِيْ فِيْهِ. وَيَقُوْلُ الْقُرْآنُ: مَنَعْتُهُ النَّوْمَ بِاللَّيْلِ فَشَفِّعْنِيْ فِيْهِ.
"Puasa dan al-Qur`an akan memberi syafa'at kepada seorang hamba pada Hari Kiamat. Puasa berkata, 'Ya Rabbi, aku telah menghala-nginya dari makan dan syahwatnya di siang hari, maka izinkan aku memberi syafa'at kepadanya.' Al-Qur`an berkata, 'Aku telah menghalanginya dari tidur di malam hari, maka izinkan aku mem-beri syafa'at kepadanya". (HR. Ahmad no. 6626 dari Ibnu Umar. Al-Haitsami dalam Majma' az-Zawa`id, 3/181 berkata, "Rawi-rawinya adalah rawi hadits shahih.")
Ketiga: Kebahagiaan di saat berbuka, lebih dari itu adalah kebahagiaan terhadap puasa yang dengannya seorang Muslim ber-temu Allah. Nabi a bersabda :
لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْـَرحُهُمَا، إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ وَإِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ.
"Orang yang berpuasa mempunyai dua kebahagiaan yang dinikmati-nya. Apabila dia berbuka puasa dia berbahagia dan apabila dia ber-temu Rabb-nya, dia berbahagia dengan puasanya". (HR. al-Bukhari dan Muslim. Mukhtashar Shahih al-Bukhari, no. 877 dan Mukh-tashar Shahih Muslim, no. 571)
Keempat: Kebahagiaan terhadap puasa sebagai pengantar ke Surga dan pelindung dari Neraka. Lebih dari itu disediakan pintu khusus di Surga yang bernama Rayyan, hanya orang-orang yang berpuasalah yang dipanggil darinya.
عَنْ سَهْلٍ رضي الله عنه عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم قَالَ : إِنَّ فِي الْجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ، يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ يُقَالُ أَيْنَ الصَّائِمُوْنَ فَيَقُوْمُوْنَ، لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ، فَإِذَا دَخَلُوْا أُغْلِقَ، فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ.
"Dari Sahal radiyallahu 'anhu dari Nabi Sallallahu 'Alahi Wasallam, beliau bersabda :"Sesungguhnya di surga terdapat sebuah pintu yang dikenal dengan ar-Rayyan, dari-nya orang-orang yang berpuasa masuk Surga pada Hari Kiamat, selain mereka tidak masuk darinya. Dikatakan, 'Di mana orang-orang yang berpuasa?' Lalu mereka berdiri, tidak seorang pun masuk bersama mereka, jika mereka masuk, maka ia ditutup, maka tidak seorang pun masuk darinya". (HR. al-Bukhari, Mukhtashar Shahih al-Bukhari, no. 872).
بَارَكَ الله لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ وَجَعَلَنَا الله مِنَ الَّذِيْنَ يَسْتَمِعُوْنَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُوْنَ أَحْسَنَهُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِرُ الله لِيْ وَلَكُمْ وَلِجَمِيْعِ الْمُسْلِمِيْنَ
KHUTBAH KEDUA :
اَلْحَمْدُ لله الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَـقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ
أَشْهَدُ أَنْ لا إله إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
قَالَ الله تعالى :(( يَاأَيُّهاَ الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ ))
اللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أله وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ.
أَمَّا بَعْدُ:
Kaum Muslimin Rahimakumullah
Di khutbah pertama telah kita ketahui bersama bahwa puasa mendidik ketakwaan dan memberi kebahagiaan kepada pelakunya. Adakah keterkaitan antara ketakwaan dengan kebahagiaan? Erat sekali. Ketakwaan adalah modal utama kebahagiaan, karena ketak-waan berarti berbuat baik dengan dilandasi iman, sementara kebahagiaan adalah hilangnya ketakutan dan kesedihan. Ini hanya diraih oleh orang yang bertakwa. Firman Allah Ta'ala :
فَمَنِ اتَّقَى وَأَصْلَحَ فَلاَخَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَهُمْ يَحْزَنُونَ
"Maka barangsiapa yang bertakwa dan mengadakan perbaikan, tidak-lah ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka ber-sedih hati." (Al-A'raf: 35)
Dari ayat ini seorang penyair berkata :
وَلَسْتُ أَرَى السَّعَادَةَ جَمْعَ مَالٍ ولكن التَّقِيَّ هُوَ السَّعِيْدُ
"Menurutku kebahagiaan bukan dengan harta yang banyak
Akan tetapi orang yang bertakwalah orang yang berbahagia"
Kaum Muslimin Rahimakumullah
Di samping kebaikan-kebaikan puasa di atas, di mana semua itu kembali kepada sisi rohani, puasa juga mempunyai kebaikan-kebaikan dari sisi jasmani, makanan di satu sisi dibutuhkan oleh tubuh, karena ia bermanfaat baginya, akan tetapi di sisi lain ia bisa menjadi sumber penyakit bagi tubuh, lebih-lebih apabila ia tidak terkontrol dengan baik. Berapa banyak penyakit berbahaya diakibat-kan oleh makanan ; darah tinggi yang dipicu oleh lemak dan kolesterol yang terkandung di dalam makanan, penyakit gula yang dipicu oleh asupan gula yang terlalu tinggi ke dalam tubuh, dan masih banyak lagi penyakit-penyakit lainnya yang dipicu oleh makanan. Nabi telah memperingatkan hal tersebut, beliau bersabda :
مَا مَلَأَ أدمي وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنٍ.
"Manusia tidak mengisi bejana yang lebih buruk daripada perutnya."(HR. at-Tirmidzi no. 2385. Dia berkata, "Hadits hasan shahih")
Di sinilah peran puasa sebagai kontrol dan penyeimbang ma-kanan, sehingga ia bisa meminimalkan sisi buruknya dan mengop-timalkan sisi baiknya. Dengan puasa, aliran darah di dalam tubuh menurun, karena pemicunya yaitu makanan, untuk sementara di-hentikan dan ini sangat membantu penderita penyakit darah tinggi.
Tubuh manusia tidak ubahnya seperti mesin, khususnya perut, yaitu usus-usus dan jaringan pencernaan, kalau mesin memerlukan waktu rehat demi kebaikannya, maka tubuh juga demikian, dengan puasa, kita telah memberikan hak istirahat kepadanya, ia pun mem-bersihkan dirinya dari endapan sisa-sisa makanan, lemak, dan lain-lainnya yang mungkin tertinggal di dalam usus, dan pada saat ia dibutuhkan untuk bekerja, maka ia pun bekerja dalam kondisi fres.
Puasa juga bermanfaat membantu perokok menghentikan rokok. Kita semua mengetahui bahwa rokok sangat membahayakan penghisapnya dan orang-orang di sekitarnya, bahkan produsennya pun telah menulis bahayanya di bungkusnya, ia memicu berbagai penyakit berat. Hal ini sudah tidak menjadi perdebatan lagi, di samping ia sama dengan membuang-buang harta. Selama puasa, kurang lebih empat belas jam perokok bisa tidak merokok. Ini menunjukkan bahwa sebenarnya mereka mampu tidak merokok, hanya saja nafsulah yang telah mengalahkan mereka.
Kaum Muslimin Rahimakumullah
Melihat kebaikan-kebaikan puasa di atas, khatib teringat Fir-man Allah Ta'ala :
وَأَن تَصُومُوا خَيْرُُ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
"Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (Al-Baqa-rah: 184).
Juga sabda Nabi :
اَلصَّوْمُ جُنَّةٌ
"Puasa adalah perisai."
Perisai dari apa? Nabi tidak menjelaskannya secara langsung. Ucapan seperti ini menunjukkan keumuman. Jadi ia adalah perisai dari dosa, maksiat, neraka, penyakit, dan hal-hal yang tidak diingin-kan lainnya.
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
اللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اللهم بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اللهم اغْـفِـرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْـفِـرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. اللهم إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى. اللهم إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيْعِ سَخَطِكَ. وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. وَصَلى الله عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
( Dikutip dari buku : kumpulan Khutbah Jum'at